KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan ridho-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “BAHASA DAN BUDAYA DI
PEKANBARU”.
Makalah ini
disusun guna memberikan informasi tambahan kepada para pembaca agar dapat lebih
memahami cara berbahasa dan berbudaya yang baik dan benar sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam pengucapan maupun lisan yang disampaikan secara
harfiah.
Dalam penyusunan
makalah ini, saya banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan bantuan dari
berbagai pihak, saya ucapkan terima kasih atas bimbingan, arahan, dan
bantuannya, semoga mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Saya berharap,
semoga informasi yang ada dalam makalah ini dapat berguna bagi saya khususnya
dan bagi para pembaca pada umumnya.
Tak ada gading
yang tak retak, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maaf
jika kalau banyak kekurangan dan kesalahan. Penulis setulus hati menerima
kritik dan saran yang membantu guna penyempurnaan makalah ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelsaikan laporan penelitian ini :
1.
Kepada kedua Orang tua penulis yang selalu mendo’akan serta dukungan moril
kepada penulis
2.
Kepada Ibuk Indri Yanti selaku Guru Sosiologi di SMA Negeri 7 Pekanbaru
yang telah memeberikan materi-materi tentang penulisan laporan penelitian.
3.
Kepada teman-teman yang ada di SMA Negeri 7 Pekanbaru umumnya, dan teman
sebangku saya yang selalu mendukung untuk selalu tidak putus asa untuk
mrnyelesaikan penulisan ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan ibuk,
serta melimpahkan pahala.
Serta setiap bantuan yan diterima penulis dari
semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian Laporan Penelitian ini mendapat
balasan yang setimpal dan mendapatkan keberkahan dan keridhoan dari Allah
S.W.T. Harapan penulis semoga laporan ini dapat berguna bagi semua pihak, baik
masa kini maupun masa yang akan datang. Kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari pembaca sangat diharapkan.
Pekanbaru,
12 Februaru 2014
Daftar
Isi
Pengesahan Laporan Penelitian
Kata Pengantar
Abstrak
Persembahan
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................
B. Perumusan Masalah...........................................................
C. Tujuan Penelitian................................................................
D. Hipotesis...............................................................................
E.
Landasan Teori...................................................................
BAB II : PENLITIAN
dan PERCOBAAN
A. Alat yang digunakan..........................................................
B. Hasil Wawancara...............................................................
BAB III : PEMBAHASAN dan ISI
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Gambar
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa dalam penggunaan (language in
use) bukanlah sekedar alat komunikasi, tetapi lebih dari itu bahasa dalam
penggunaan merupakan bagian dari pesan dalam komunikasi. Brown dan Yule (1983:
1) mengindikasikan hal di atas dengan istilah ‘transaksional’ dan
‘interpersonal’, sementara Halliday (1994: xiii) mengetengahkan istilah
‘ideasional’ dan ‘interpersonal’ dan menambahkan satu fungsi lagi, yaitu fungsi
‘tekstual’. Istilah transaksional atau ideasional mengacu pada fungsi bahasa
untuk mengirim ‘isi pesan’ komunikasi, istilah interpesonal mengacu pada fungsi
bahasa untuk membentuk ‘hubungan sosial’ dalam komunikasi tersebut, dan istilah
tekstual mengacu pada fungsi ‘pengorganisasian’ gabungan kedua fungsi tersebut.
Sebagai bagian dari pesan, bahasa merupakan
media untuk saling berhubungan antara penutur dan petutur. Dalam konteks
tansaksional ini, manusia berinteraksi untuk membangun hubungan sosial dan
memelihara hubungan sosial itu dengan menggunakan bahasa pula. Dalam
berinteraksi, penutur di Pekanbaru misalnya akan mengunakan beragam dialek
dalam berkomunikasi karena masyarakat di Pekanbaru terdiri dari beragam etnis.
Masing-masing penutur akan berkomukasi dengan menggunakan bahasa Indonesia
secara sadar atau tidak sadar menggunakan dialek bahasa daerahnya yang
menyertai dalam berinteraksi dengan orang lain. Penggunaan dialek bahasa ini
kelihatannya terkait dengan budaya.
Makalah ini akan mengkaji hubungan
bahasa dengan budaya yang ada di Pekanbaru. Kajian ini dianggap menarik karena
masyarakatnya yang multietnis yang tersebar di Pekanbaru menggunakan bahasa
Indonsia sebagai bahasa sehari-hari. Selain itu, makalah ini juga mengkaji
hubungan bahasa dan budaya dengan bahasa lainnya, dalam hal ini, bahasa
Inggris.
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah
yang akan dijawab dalam kajian ini adalah: “Apakah hubungan antara bahasa dan
budaya?”
Tujuan penulisan makalah adalah untuk menjelaskan hubungan antara bahasa dan budaya.
Tujuan penulisan makalah adalah untuk menjelaskan hubungan antara bahasa dan budaya.
Secara umum, manfaat kajian makalah ini
adalah agar masyarakat pengguna bahasa memahami pentingnya hubungan antara
bahasa dan budaya yang terjadi dalam interaksi sosial. Secara khusus, sebagai
masukan bagi para pemerhati bahasa dan pengajar bahasa dalam upaya pembelajaran
bagi para mahasiswanya.
Data
penelitian ini bersumber dari observasi lapangan yang dilaksanakan di Pekanbaru
dan juga telaah kepustakaan. Data dikumpulkan kemudian diklasifikasi
berdasarkan kelompok. Setelah itu, data dianalisis untuk menjawab pertanyaan
yang diajukan.
B. Perumusan
Masalah
Apa saja Bahasa yang digunakan masyarakat
Pekanbaru dan Budaya yang diterapkan ?
C. Tujuan
Penelitian
Mengetahui cara masyarakat Pekanbaru
Berbudaya dan Berbahasa dengan baik
D. Hipotesis
Ada beberapa Tokoh yang dapat memaparkan tentang
Hipotesis bahasa dan budaya ini, namun hanya Hipotesis Sapir-Whorp yang sedikit
mengenai masalah bahasa dan budaya. Hipotesis Sapir-Whorp
ini belum dapat dibuktikan sampai sekarang karena ilmu pengetahuan menekankan
satunya jalan pikiran manusia. Dalam ilmu pengetahuan bahasa digunakan sebagai
alat menyatakan pikiran. Suatu pikiran bila dinyatakan dalam satu bahasa tidak
akan berbeda bila dinyatakan dalam bahasa lain. Dengan demikian, bahasa tidak
mempengaruhi jalan pikiran, apalagi menentukan sebagaimana yang dinyatakan
hipotesis Sapir-Whorf.
E. Landasan
Teori
Menurut Keraf
dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian
pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat
berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa
adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran)
yang bersifat arbitrer.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem.
Menurut
Koentjaraningrat, kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhaya yaitu
bentuk jamak dari buddi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan
dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Adapun kata
kultur yang berarti juga kebudayaan merupakan adopsi dari bahasa Inggris
culture yang berasal dari bahasa Latin colere yang berarti mengolah atau
mengerjakan tanah
atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam. Dari sini, Koentjaraningrat memberikan definisi kebudayaan adalah sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Coba bandingkan dengan definisi kebudayaan menurut
tokoh-tokoh berikut yang dikutip dari buku Sosiologi Suatu Pengantar,
Soerjono Soekanto (1982).
atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam. Dari sini, Koentjaraningrat memberikan definisi kebudayaan adalah sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Coba bandingkan dengan definisi kebudayaan menurut
tokoh-tokoh berikut yang dikutip dari buku Sosiologi Suatu Pengantar,
Soerjono Soekanto (1982).
BAB II
PEMBAHASAN
Bahasa dan Budaya
Dalam
interaksi sosial, kita tidak jarang menemukan bahwa apa yang kita ucapkan atau
kita sampaikan kepada lawan bicara kita tidak bisa dipahami dengan baik.
Kegagalan memahami pesan ini disebabkan beberapa faktor antara lain: beda usia,
beda pendidikan, beda pengetahuan, dan lain-lain.
Selain
itu, faktor budaya juga berhubungan dengan bahasa. Kata Kamu dan Kau misalnya
diucapkan berbeda dalam konteks budaya berbeda. Sebutan Bapak di negara yang
menggunakan bahasa pengantarnya adalah bahasa Inggris menggantikannya dengan
panggilan nama saja, misalnya John, dianggap sebagai hal yang wajar saja.
Dengan perkataan lain, seorang anak, sah-sah saja mengatakan Bapaknya dengan
sebutan nama Bapaknya itu sendiri. Berbeda halnya dengan budaya timur, sapaan
nama bapak sebagai ganti sapaan Bapak dianggap sebagai orang yang tidak
berbudaya. Begitu juga dengan kata mati dalam bahasa Indonesia memiliki
beberapa kata yang memiliki makna yang sama, sedangkan dalam bahasa Inggris
hanya memiliki dua kata saja yaitu die dan pass away.
Problematika
hubungan antara bahasa dan budaya merupakan kajian yang sampai saat ini masih
menjadi bahan perdebatan. Pengertian bahasa itu sendiri didefenisikan oleh para
ahli bahasa dan sampai sekarang masih menjadi perdebatan yan g tidak habis-habisnya.
Loren
Bagus, misalnya, memberi beberapa pengertian bahasa (1996):
Kumpulan kata-kata, arti kata-kata yang standar, dan bentuk-bentuk ucapan yang digunakan sebagai metode komunikasi.
Cara apa saja yang menyatakan isi-isi kesadaran (rasa perasaan, emosi, keinginan, pikiran) dan pola arti yang konsisten.
Kumpulan kata-kata, arti kata-kata yang standar, dan bentuk-bentuk ucapan yang digunakan sebagai metode komunikasi.
Cara apa saja yang menyatakan isi-isi kesadaran (rasa perasaan, emosi, keinginan, pikiran) dan pola arti yang konsisten.
Kegiatan
universal insan untuk membentuk sistem tanda-tanda sesuai dengan aturan
asosiasi yang diterima umum.
Bahasa berarti bentuk-bentuk ucapan manusia yang dikondisikan secara historis dan sosial.
Bahasa berarti bentuk-bentuk ucapan manusia yang dikondisikan secara historis dan sosial.
Bahasa
adalah suatu sistem simbol-sismbol yang dapat digunakan untuk menyatakan atau
menerangkan hal-hal seperti: (1) obyek material eksternal, (2) hal mental
internal, (3) kualitas, (4) relasi, (5) tanda logika matematika, (6) fungsi,
(7) kesadaran, (8) proses, dan (9) kejadian.
Hal
yang sama terjadi pada pemahaman orang tentang budaya yang berbeda-beda dan
dalam literatur kita menjumpai para ahli budaya mencoba menerangkan apa dan
bagaimana budaya itu. Budaya, menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002), (1)
pikiran, akal budi, (2) adat istiadat, (3) sesuatu mengenai kebudayaan yang
sudah berkembang (beradap, maju), (4) sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang
sukar diubah.
Dari
kedua fenomena di atas terlihat bahwa bahasa dan budaya memiliki hubungan yang saling
mengikat untuk suatu tujuan interksi sosial di masyarakat. Pemahaman akan
bahasa dan budaya merupakan suatu yang urgen untuk menghindari salah ucapan dan
salah tindakan. Kata ganti orang kedua tunggal kamu dan kau misalnya memiliki
latarbelakang pengalaman yang berbeda. Pronomina kata sapaan kamu digunakan
untuk sapaan kepada si pendengar dengan hubungan sosial yang tidak intim.
Sebaliknya, penggunaan pronomina kata sapaan kau lazim digunakan penutur bahasa
jika lawan bicaranya tersebut adalah orang yang dekat dengan si penutur atau
sahabatnya. Mengapa ini bisa terjadi? Budaya kita mengajarkan kepada kita adat
istiadat yang harus dipatuhi oleh masyarakat pemakai bahasa. Kita tidak bisa
mengatakan kau kepada kedua orang tua kita, atau kepada saudara-saudara kita
yang lebih tua dari kita. Begitu juga dalam pergaulan sehari-hari, kita tidak
lazim menggunakan kata sapaan kau untuk orang yang lebih tua dari kita.
Fenomena
di atas menggambarkan kepada kita bahwa ada aturan permaian bagaimana kita
berkomunikasi dalam berkehidupan masyarakat yang harus kita patuhi bersama yang
lazim kita sebut dengan budaya. Budaya secara tidak langsung mempengaruhi
perilaku kita dalam berkomunikasi. Budaya itu juga menjadi tolok ukur
penggunaan bahasa dalam interaksi sosial.
Fenomena
lain dapat digambarkan dalam sudut pandang sapaan dalam bahasa Inggris. Si anak
dalam komunitas di negara-negara yang memiliki bahasa Inggris sebagai bahasa
pengartar mereka dalam pergaulan sehari-hari menyebutkan panggilan kepada
Bapaknya dengan sebutan nama saja, misalnya John dan buka father atau Daddy.
Namun, kita juga sering menjumpai mereka lebih suka memanggil ayah atau bapak
mereka dengan sebutan father atau daddy.
Kedua
contoh di atas menggambarkan eratnya hubungan antara bahasa dan budaya. Bahwa
bahasa mempengaruhi budaya, begitu juga sebaliknya bahwa budaya berpengaruh
pada bahasa. Dalam Hipotesis Sapir-Whorf dinyatakan bahwa bahasa menentukan
bukan hanya budaya tetapi juga cara dan jalan pikiran manusia(Allen &
Corder 1973: 101) . Dengan perkataan lain, suatu bangsa yang berbeda bahasanya
dari bangsa lain akan mempunyai jalan pikiran yang berbeda pula.
Perbedaan-perbedaan budaya dan jalan pikiran manusia itu berawal dari perbedaan
bahasa. Tanpa ada bahasa manusia tidak mempunyai pikiran sama sekali.
Hipotesis
Sapir-Whorp ini belum dapat dibuktikan sampai sekarang karena ilmu pengetahuan
menekankan satunya jalan pikiran manusia. Dalam ilmu pengetahuan bahasa
digunakan sebagai alat menyatakan pikiran. Suatu pikiran bila dinyatakan dalam
satu bahasa tidak akan berbeda bila dinyatakan dalam bahasa lain. Dengan
demikian, bahasa tidak mempengaruhi jalan pikiran, apalagi menentukan
sebagaimana yang dinyatakan hipotesis Sapir-Whorf.
Perbedaan
budaya ada kaitannya dengan perbedaan bahasa. Ini dapat dilihat jika kita
menterjemahkan kalimat bahasa It rains cats and dogs ke dalam bahasa Indonesia
yang berarti “hujan sangat lebat” dan bukan “hujan kucing dan anjing.” Budaya
Inggris memiliki suatu realitas yang mendasar bahwa adat kebiasaan binatang
seperti kucing dan anjing bila berjumpa akan saling bermusuhan. Dengan
demikian, pemberian makna cats and dogs adalah suatu ungkapan yang menyatakan
sesuatu yang terjadi secara terus menerus. Hal yang sama juga ada dalam bahasa
Indonesia. Ungkapan Saya sudah membanting tulang mulai pagi hari sampai malam
hari tidak bermakna bahwa saya “membanting tulang-tulang” yang ada dalam tubuh
saya. Namun, makna membanting tulang yang disepakti dan menjadi kebiasaan dalam
masyarakat pemakai bahasa Indonesia berarti “bekerja keras.”
Selain
itu, kata meninggal dunia dalam budaya Indonesia dan budaya barat memiliki
perbedaan yang jelas. Untuk menyatakan orang itu sudah tidak bernyawa lagi,
masyarakat Indonesia memiliki beberapa kata, seperti wafat, mangkat, meninggal
dunia, tewas, mati, lenyap, berpulangkerahmatullah, dan lain-lain. Dalam
konteks budaya, ungkapan meninggal dunia merupakan hal yang paling lumrah dalam
sejarah perjalanan kehidupan masyarakat Indonesia. Gambaran sejarah Indonesia
yang berawal dari munculnya kerajaan-kerajaan di Indonesia tidak terlepas dari
perebutan kekuasaan yang pada akhirnya diselesaikan dengan pertumpahan darah.
Gambaran ini mencerminkan satu budaya penggunakan kata meninggal dunia dengan
istilah nama-nama lainnya yang berhubungan dengan meninggal dunia.
Hal
yang berbeda terjadi dalam bahasa Inggris. Meskipun sejarah negara-negara barat
tak luput dari pergolakan peperangan, penggunaan kata meninggal dunia
diekpresikan dengan dua kata saja yaitu die dan pass away. Pemilihan kata-kata
yang sesuai untuk kepentingan interaksi sosial sangat tergantuk pada budaya
tempat bahasa itu digunakan. Ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh
Sumarjan & Partana (2002: 20) bahwa bahasa sering dianggap sebagai produk
sosial atau produk budaya, bahkan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kebudayaan itu. Sebagai produk sosial atau budaya tertentu, bahasa merupakan
wadah aspirasi sosial, kegiatan dan perilaku masyarakat, wadah penyingkapan
budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu.
Bahasa
bisa dianggap sebagai cermin zamannya. Artinya, bahasa itu dalam suatu masa
tertentu mewadahi apa yang terjadi dalam masyarakat.
Bahasa sebagai hasil budaya mengandung nilai-nilai masyarakat penuturnya. Dalam bahasa Bali terdapat ungkapan berbunyi Da ngaden awak bisa (jangan menganggap diri ini mampu) mengandung nilai ajaran agar orang jangan merasa bisa; yang kira-kira senada dengan ungkapan dalam bahasa Jawa rumongso biso, nanginging ora biso rumongso (merasa mampu tetapi tidak mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain).
Bahasa sebagai hasil budaya mengandung nilai-nilai masyarakat penuturnya. Dalam bahasa Bali terdapat ungkapan berbunyi Da ngaden awak bisa (jangan menganggap diri ini mampu) mengandung nilai ajaran agar orang jangan merasa bisa; yang kira-kira senada dengan ungkapan dalam bahasa Jawa rumongso biso, nanginging ora biso rumongso (merasa mampu tetapi tidak mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Hubungan
bahasa dan budaya sangat erat. Di satu sisi bahasa merupakan alat untuk
menyampaikan maksud antara apa yang dimaksudkan oleh si penutur, di lain sisi,
bahasa itu merupakan produk budaya pemakai bahasa. Budaya selalu dilekatkan
pada
adat istiadat, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Budaya memiliki andil dalam pembentukan bahasa yang digunakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu sendiri
adat istiadat, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Budaya memiliki andil dalam pembentukan bahasa yang digunakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Allen, J.P.B & S. Pit Corder.
Ed. 1973. Readings for Applied Linguistics. London: Oxford University.
Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Brown, Gillian & George Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.
Halliday, M.A.K. 1985/1994. Introduction to Functional Grammar. Second edition. London: Edward Arnold.
Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Sumarsono & Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.
Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Brown, Gillian & George Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.
Halliday, M.A.K. 1985/1994. Introduction to Functional Grammar. Second edition. London: Edward Arnold.
Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Sumarsono & Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar